Jakarta - PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) kini menjadi banyak diperbincangkan investor terkait kinerja perseroan terakhir di semester I-2012. Penjualan batubara perseroan naik berkali-kali lipat dari Rp 36,21 miliar menjadi Rp 1,148 triliun.
Lompatan juga otomatis terjadi pada laba GBTO, dari Rp 12,71 miliar menjadi Rp 939,807 miliar. Seakan pergerakan kinerja yang tidak wajar, regulator pasar modal, Bapepam-LK sempat memangggil manajemen Garda Tujuh Buana untuk penjelasan.
Meski hingga kini proses masih berjalan, manajemen GTBO menampik adanya keanehan atas bisnis batubaranya. Seluruh kegiatan penambangan berjalan normal.
Lompatan kinerja ini lebih banyak disebabkan oleh pengikatan kontrak pengiriman hasil produksi perseroan ke pembeli dengan total nilai US$ 250 juta hingga 2014. Pembayaran atas kontrak pengiriman batubara tahap I sebanyak 3 juta ton, dengan nilai US$ 70 juta dan telah diterima GBTO. Ini tercermin dalam laporan keuangan di semester I-2012 perseroan.
Komisaris GBTO Pardeep Dhir memastikan hal tersebut. Kinerja keuangan perusahaan kini merupakan buah dari kerja keras manajemen bersama karyawan dalam mengeksplorasi tambang sejak 2011.
Arena konsesi yang perseroan miliki pun juga relatif memiliki cadangan batubara tinggi. Yakni jumlah cadangan batubara terindikasi sebanyak 46.376.004 ton dan jumlah cadangan terbukti 95.406.375 ton. Padahal total emas hitam yang baru dikeruk 2.540.918 ton.
Berikut petikan wawancara detikFinace dengan Komisaris GBTO Pardeep Dhir saat ditemui di sela-sela kesibukannya mengelola Garda Tujuh Buana, Selasa (14/8/2012):
Perseroan kini banyak menjadi sorotan, terlebih karena lompatan kinerja keuangan di semester I-2012 ini. Apa yang menyebabkan pencaian kinerja GTBO begitu fantastis?
Ini menjadi fakta yang menarik. Kami bisa menjelaskan, bahwa kami memulai penambangan di lokasi sei Tapa, Pulau Bunyu, Kab. Bulungan, Kalimantan Timur dengan cadangan batubara terbuktinya mencapai 95,4 juta ton tahun lalu. Dan produksi pada semester I tahun ini memang terjadi peningkatan luar biasa.
Ada dua faktor yang menyebabkan penjualan Garda Tujuh Buana seperti ini. Pertama perlu diketahui penjualan hasil produksi yang telah dihasilkan ini sudah diatur dalam kontrak dengan pembeli, yakni agen perdagangan batubara dari Timur Tengah.
Pembeli telah melakukan pembayaran atas pengiriman tahap I sebesar US$ 75 juta atau Rp 711,15 miliar. Dan penjualan batubara ini sudah masuk dalam perhitungan penjualan GTBO di Juni 2012.
Pengiriman batubara pada tahap pertama pun terbagi menjadi tiga kali angkut. Selain 3 juta ton di 2012, GBTO juga wajib memenuhi pengiriman 0,5 juta ton masing-masing di 2013 dan 2014.
Apakah pengiriman masih terus akan bergulir selama jangka panjang?
Ya memang pembeli yang telah menyepakati perjanjian dengan perseroan akan menerima batubara selama tiga tahap. Sesuai dengan kontrak jual beli, jumlah yang disepakati oleh pembeli di wilayah pertambangan GBTO sebelum Desember 2014 3 juta ton batubara, lalu 3,5 juta ton di 2015 dan 3,5 juta ton di 2015.
Berapa harga yang disepakati dengan pembeli atas batubara GBTO asal Bunyu?
Harga satuan yang dibeli adalah US$ 25 juta, dan pembeli membayar uang muka 100% dari nlai barang. Pembayaran dilakukan berdasarkan waktu-waktu yang telah ditentukan.
Atas pertumbuhan pendapatan dan laba ini juga kah yang menjadikah Bapepam-LK melalukan pemanggilan kepada manajeman Garda Tujuh Buana?
Ya memang telah ada pemanggilan kepada kami dari regulator pasar modal, Bapepam-LK. Kami bertemua dan menjelaskan terkait kinerja perusahaan. Sesuai dengan ketentuan dan permintaan Bapepam-LK, kami juga telah sampaikan opini hukum dan opini pajak.
Isu yang berkembang juga menyebut, pemeriksaan oleh Bapepam-LK karena manajemen melakukan sewa area konsesi pertambangan kepada pembeli batubara?
Perlu kami luruskan prespektif ini. Perusahaan tidak pernah menyewakan area konsensi kepada pembeli. Seluruh area adalah tanggung jawab Garda Tujuh Buana, namun pembeli melakukan penambangan sendiri. Mereka tidak hanya melakukan restriksi tapi juga mengambil bagian dari ekstraksi batubara. Setelah itu melakukan pengembangan dan pembanguna infrastruktur.
Kepemilikan dan tanggung jawab batubara akan menjadi tanggung jawab pembeli termasuk semua hak dan risiko kerugian, setelah diterimanya uang oleh Garda Tujuh Buana. Pembeli memang melakukan fungsi yang tercantum dalam kontrak mulai dari penambangan, pergerakan batubara ke area timbun, dermaga hingga sampai ke kapal induk.
Pembeli termasuk memilik tanggung jawan dalam perlindungan lingkungan dan pemeliharaan di area. Ini yang dimaksud dalam perjanjian. Bukan dalam arti menyewakan lahan kepada pembeli.
Setelah mendapati kinerja keuangan yang baik di semester I, bagaimana hingga akhir 2012? Apakah jumlah produksi akan dipertahankan dalam volume yang sama hingga pendapatan perseroan bisa berlipat?
Hingga Juli perseroan telah berhasil melalukan penambangan 4,5 juta ton. Namun di semester II ini kami tidak akan memcatat produksi sebanyak semester I, hanya berkisar 1,7 juta ton-1,8 juta ton hingga total tahun 2012 5,8 juta ton. Pencapaian ini sudah lebih baik dari yang tercatat di 2011 yang hanya memproduksi 1,3 juta ton.
Demikian juga dengan laba perseroan yang meningkat lima kali, dari posisi 2011 US$ 20 juta kini dalam waktu hanya enam bulan, perseroan berhasil mencatat laba US$ 104 juta. Kami menargetkan dari hasil penjualan total di 2012 bisa mencapai US$ 170 juta.
Tidak hanya kinerja keuangan, posisi saham GTBO di pasar modal juga mengalami lompatan. Bahkan saham GBTO pernah disuspen oleh BEI? Terkait dengan itu apa ada rencana jangka panjang berupa aksi korporasi?
Tidak ada aksi korporasi yang kami lakukan dalam waktu dekat. Termasuk penerbitan obligasi atau penerbitan saham baru melalui rights issue. Kami memandang posisi kas perseroan sangat kuat dengan rasio utang yang relatif terjadi. Mengenai saham, memang terjadi peningkatan dan itu terjadi di pasar (Bursa). Kami hanya fokus pada pendanaan yang saat ini ada.
Bagaimana dengan target ekspansi? Karena untuk mempertahankan kinerja baik tentu penting bagi perusahaan tambang, termasuk GTBO, mengakuisisi KP baru?
Perseroan memang memandang ke dapan sangat positif. Semangat kami untuk menambah aset berupa area tambang baru ada dalam rencana bisnis Garda Tujuh Buana. Namun belum lebih rinci kami sebut karena kajiannya sendiri belum matang.
Jika ditanya tentu kami ingin area tambang di Kalimantan atau yang dekat dengan penambangan kita yg sudah beroperasi. Aset yang kami bidik yang berkualitas. Namun tidak menutup kemungkinan ada area lain seperti Sumatera atau pulau lain di sekitar Kalimantan, selama memiliki nilai ekonomi yang signifikan.
Selain itu kami juga telah menyiapkan belanja modal US$ 10 juta untuk kelangsungan bisnis perseroan. Dan rencana ke depan US$ 10 juta-US$ 15 juta.
Hal lain, bagaimana Garda Tujuh Buana memandang fluktuasi harga komoditas batubara yang tinggi bahkan cenderung menurun sejak 2011? Apakah kontrak jangka panjang menguntungkan perusahaan?
Tentu kami diuntungkan dengan kontrak jangka panjang, dimana harga telah dipatok dengan durasi pengiriman yang telah ditentukan. Selama ini kami memang fokus pada penjualan batubara ke luar negeri, khususnya China dan India. Produk kami mencampur batubara kadang tinggi dan rendah untuk kemudian dikirim ke pembangkit listrik yang ada di kedua negara tersebut.
Namun China kini mulai melirik supali batubara dari Mongolia dan Rusia, hingga relatif pelanggan utama batubara Garda Tujuh Buana dari India.
Memang secara umum, komoditas di pasar luar negeri masih bergolak. Semua pelaku industri ini masih melihat perkembangan krisis Eropa dan pemulihan ekonomi AS. Hingga ada kehilangan pasar yang cukup besar meski kemudian semua mengalihkannya ke Asia. Dia bisa menjadi solusi sekaligus masalah industri batubara ke depannya. Dan andalan penyerapan batubara praktis hanya China dan India.
(wep/ang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar