Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso meminta agar pemerintah dapat memberikan regulasi terkait pemberian izin impor kedelai, seperti dalam menjalankan tugas menjadi stabilisator beras. Bulog membutuhkan anggaran Rp 2,8 triliun dalam rangka stabilisasi harga.
"Impor yang melakukan Bulog, ini yang paling ideal, sehingga kelebihan keuntungan (dari impor) ini yang dipakai untuk stabilisasi. Supaya Bulog mampu jadi stabilisator maka idealnya seperti beras," ujar Sutarto saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Kamis (10/1/2013).
Menurut Sutarto, dengan adanya izin impor ini maka pihaknya dapat memperoleh keuntungan dari pengadaan impor kedelai dengan harga murah. Dari keuntungan ini, maka Bulog dapat membeli kedelai dari petani dalam negeri dengan harga di atas Harga Patokan Petani (HPP).
"Maksudnya seperti impor beras, pada tahun 2011, kita melakukan impor dan pemerintah menyatakan Bulog harus beli di atas HPP dan pemerintah tidak mau bayar dari APBN, tapi disuruh bayar dari keuntungan. Jadi kita impor dapat untung, dan keuntungan inilah untuk membayar petani dengan harga di atas HPP," jelasnya.
Untuk tahap awal, Bulog seharusnya mengadakan pengamanan untuk 400 ribu ton kedelai. Jumlah tersebut masih jauh dibandingkan kebutuhan konsumsi kedelai saat ini yang sekitar 2 juta ton.
Saat ini, 70 persen dari kebutuhan tersebut atau sekitar 1,8 juta ton masih dipenuhi dari impor. Nantinya, dengan dikantonginya izin impor, Sutarto menyatakan ada beberapa negara yang siap memasok kebutuhan kedelai Tanah Air.
"Kita sudah jajaki, seperti Brasil, Amerika, India juga punya," paparnya.
Guna menjaga kedelai ini, lanjut Sutarto, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 2,8 triliun. "Untuk 400 ribu ton dikali Rp 6500-6700 untuk impor di luar negeri, tapi harga kedelai naik turun lebih cepat dari beras," pungkas Sutarto.
(nia/hen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar