Sabtu, 12 Januari 2013

Ditarik Iuran Oleh OJK, Perbanas: Dulu Diawasi BI Tak Ada Iuran Sepeser Pun

AppId is over the quota
Jakarta - Perhimpunan Perbankan Umum Nasional (Perbanas) mengaku keberatan atas rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menarik iuran kepada perusahaan keuangan bank dan non bank sebesar 0,03-0,06% dari total aset bank.

Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono menyatakan, angka tersebut terlalu besar untuk dibebankan kepada para pelaku industri keuangan. Masalahnya, selama ini Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas pelaku industri keuangan tidak pernah menarik pungutan.

Seperti diketahui, OJK mulai tahun ini akan memberlakukan pungutan iuran tersebut.

"Kita sangat keberatan kalau angkanya 0,03-0,06 persen. Itu kita menyadari kalau sumber keuangan OJK berasal dari 2 sumber seperti APBN dan pungutan industri keuangan. Kita tidak masalah membayar, tapi jangan lupa selama ini kami diawasi oleh BI tidak membayar sepeser pun," ungkapnya kepada wartawan saat ditemui di sela-sela acaraFinancial Executive Gathering 2013 OJK, di Menara Bidakara, Jakarta, Kamis (10/1/13).

Namun, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat apa pun untuk menolak aturan tersebut. "Dan kalau OJK sudah menerapkan UU, kami dari industri keuangan, wajib untuk membayar, jadi kami tidak bisa mengelak ini lagi," akunya.

Dia meminta OJK bisa lebih transparan untuk menerapkan UU soal iuran OJK itu. "Kita minta transparan, berapa biaya yang dikeluarkan OJK. Seharusnya biayanya tidak lebih besar dari biaya yang selama ini dikeluarkan BI. Saya dengar-dengar biaya yang dikeluarkan BI untuk mengawasi bank-bank di Indonesia itu sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. Jadi, kalau dari bank saja Rp 2,4 triliun kami rasa terlalu besar," jelasnya.

Untuk itu, Sigit meminta OJK menurunkan besaran iuran yang diminta. "Kalau pun OJK mau menerapkan itu yang pertama tentu yang kita harapkan jangan terlalu besar pungutannya, terus yang kedua tolong dilakukan secara bertahap jangan langsung. Kami perlu waktu untuk penyesuaian," kata Sigit.

Takutnya, kata Sigit, jika dana iuran tersebut berlebih dan akhirnya masuk ke APBN, bisa saja terjadi penyelewengan.

"Menurut UU kalau pungutan yang dikenakan kepada kita ternyata tidak bisa digunakan sepenuhnya selama tahun berjalan, itu harus disetorkan ke APBN, nah bisa saja ada indikasi yang nggak tidak sesuai penggunaannya," ujarnya.

(dnl/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar